We are all unique individuals. Kita memiliki anggota tubuh, penampilan, dan pikiran yang berbeda dengan orang lain. So be your self !!!
Wednesday, March 18, 2009
Hari Raya Galungan Dan Kuningan
Setiap 210 hari sekali berdasarkan penanggalan Bali-Jawa (Javano-
Balinese Calender) yakni pada hari Budha Kliwon Wuku Dungulan Umat Hindu di
Indonesia merayakan Hari Raya Galungan dan sepuluh hari kemudian akan
disusul
dengan perayaan Kuningan. Galungan adalah suatu upacara sakral yang
memberikan
kekuatan spritual agar mampu membedakan mana dorongan hidup yang berasal
dari
Adharma dan mana dari Budhi Atma yaitu : Suara Kebenaran (Dharma) dalam diri
manusia. Disamping itu juga berarti kemampuan untuk membedakan kecenderungan
keraksasaan (asura sampad) dan kecenderungan kedewaan (dewa sampad), karena
hidup yang berbahagia atau ananda adalah hidup yang memiliki kemampuan untuk
menguasai kecenderungan keraksasaan. Dalam lontar Sunarigama dijelaskan
rincian
upacara Hari Raya Galungan sebagai berikut : "Rabu Kliwon Dungulan namanya
Galungan, arahkan bersatunya rohani supaya mendapatkan pandangan yang terang
untuk melenyapkan segala kekacuan pikiran" Jadi inti Galungan adalah
menyatukan
kekuatan rohani agar mendapatkan pikiran dan pendirian yang terang.
Bersatunya
rohani dan pikiran yang terang inilah wujud dharma dalam diri. Sedangkan
segala
kekacuan pikiran (byaparaning idep) adalah wujud Adharma.
Rangkaian Perayaan
Hari Raya Galungan dan Kuningan di India dikenal dengan berbagai nama,
di antaranya adalah Úraddhâ Vijaya Daúami, Durgâpûjâ atau Mahanavami.
Berdasarkan data prasasti yang ditemukan di Bali, yakni Turuñan Prasasti
yang berasal
dari tahun 813 Caka (891 M) yang menyebutkan haywahaywan di mâgha mahânavamî
(Goris, 1954: 56). Dalam bahasa Bali dewasa ini kata mahaywahaywa (dari kata
mahayu-hayu) berarti merayakan. Haywahaywan di mâgha mahânavamî berarti
perayaan Mâgha Mahânavamî. Di India Mahânavami identik dengan Dasara yakni
hari
pemujaan ditujukan kepada para leluhur (Dubois, 1981:569). Swami Úivânanda
(1991:8) mengidentikkan Dasara dengan Dûrgâpûjâ yang dirayakan dua kali
setahun,
yakni Râmanavarâtrî atau Râmanavamî pada bulan Caitra (April-Mei), dan
Dûrgânavarâtrî atau Dûrgânavamî pada bulan Asuji (September-Oktober).
Perayaan ini
disebut juga Vijaya Daoeami atau Úrâddha Vijaya Daúami yang dirayakan selama
sepuluh hari, seperti halnya Hari Raya Galungan dan Kuningan di Indonesia.
Hari Raya
Galungan sudah dirayakan terlebih dahulu di tanah Jawa, ini sesuai dengan
lontar
berbahasa Jawa Kuno yaitu : Kidung Panji Amalat Rasmi. Di Bali Hari Raya
Galungan
untuk pertama kali dilaksanakan pada Hari Purnama Kapat, Budha Kliwon
Dungulan
tahun Saka 804 atau tahun 882 Masehi ini sesuai dengan lontar "Purana Bali
Dwipa".
Rangkaian perayaan Hari Raya Galungan dan Kuningan merupakan rangkaian
perayaan yang paling panjang di antara hari raya - hari raya agama Hindu.
1. Rangkaian itu dimulai ketika hari Tumpek Pengarah atau Pengatag, yang
jatuh
pada hari Sabtu Kliwon Wuku Wariga, tepatnya 25 hari sebelum Hari Raya
Galungan dan persembahan ditujukan kepada dewa OEa?kara (nama lain Dewa
OEiva) sebagai penguasa tumbuh-tumbuhan dengan mempersembahkan
sesajen pada pohon-pohon kayu yang menghasilkan buah, daun, dan bunga
yang akan digunakan pada Hari Raya Galungan
2. Sugihan Jawa atau Sugihan Jaba yaitu; Sebuah kegiatan rohani dalam rangka
menyucikan bhuana agung (makrocosmos) yang jatuh pada hari Kamis Wage
Sungsang. Kata Sugihan berasal dari urat kata Sugi yang artinya membersihkan
dan Jaba artinya luar, dalam lontar Sundarigama dijelaskan: bahwa Sugihan
Jawa merupakan "Pasucian dewa kalinggania pamrastista bhatara kabeh"
(pesucian dewa, karena itu hari penyucian semua bhatara). Pelaksanaan
upacara ini dengan membersihkan alam lingkungan, baik pura, tempat tinggal,
dan peralatan upacara di masing-masing tempat suci. Dan yang terpenting
adalah membersihkan badan fisik dari debu kotoran dunia Maya, agar layak
dihuni oleh Sang Jiwa Suci sebagai Brahma Pura.
3. Sugihan Bali; Bali dalam bahasa Sansekerta berarti kekuatan yang ada
dalam
diri. Jadi Sugihan Bali memiliki makna yaitu menyucikan diri sendiri sesuai
dengan lontar sunarigama: "Kalinggania amrestista raga tawulan" (oleh
karenanya menyucikan badan jasmani-rohani masing-masing (mikrocosmos)
yaitu dengan memohon tirta pembersihan/penglukatan. Manusia tidak saja
terdiri dari badan fisik tetapi juga badan rohani (Suksma Sarira dan
Antahkarana
Sarira). Persiapan fisik dan rohani adalah modal awal yang harus diperkuat
sehingga sistem kekebalan tubuh ini menjadi maksimal untuk menghadapi
musuh yang akan menggoda pertapaan kita.
4.Panyekeban puasa I; Jatuh pada hari Minggu Pahing
Dungulan. Panyekeban artinya mengendalikan semua indria
dari pengaruh negatif, karena hari ini Sangkala Tiga Wisesa
turun ke dunia untuk mengganggu dan menggoda kekokohan
manusia dalam melaksanakan Hari Galungan. Dalam Lontar
Sunarigama disebutkan : "Anyekung Jnana" artinya
mendiamkan pikiran agar tidak dimasuki oleh Bhuta
Galungan dan juga disebutkan "Nirmalakena" (orang yang
pikirannya yang selalu suci) tidak akan dimasuki oleh
Bhuta Galungan. Melihat pesan Panyekeban ini
mewajibkan umat Hindu untuk mulai melaksanakan
Brata atau Upavasa sehingga pemenuhan akan
kebutuhan semua indriya tidak jatuh ke dalam kubangan
dosa; pikirkan yang baik dan benar, berbicara kebenaran,
berperilaku bijak dan bajik, mendengar kebenaran,
menikmati makanan yang sattvika, dan yang lain, agar tetap memiliki kekuatan
untuk menghalau godaan Sang Mara. Jadi tidak hanya nyekeb pisang atau tape
untuk banten.
5. Penyajaan puasa II; Artinya hari ini umat mengadakan Tapa Samadhi dengan
pemujaan kepada Ista Dewata. Penyajaan dalam lontar Sunarigama disebutkan :
"Pangastawaning Sang Ngamong Yoga Samadhi" upacara ini dilaksanakan pada
hari Senin Pon Dungulan. Dengan Wiweka dan Winaya, manusia Hindu diajak
untuk
dapat memilah kemudian memilih yang mana benar dan salah. Bukan semata-mata
membuat kue untuk upacara.
6. Penampahan puasa III; Berasal dari kata tampah atau sembelih artinya ;
bahwa
pada hari ini manusia melakukan pertempuran melawan Adharma, atau hari untuk
mengalahkan Bhuta Galungan dengan upacara pokok yakni Mabyakala yaitu
memangkas dan mengeliminir sifat-sifat kebinatangan yang ada pada diri,
bukan
semata-mata membunuh hewan korban, karena musuh sebenarnya ada di dalam
diri, bukan di luar termasuk sifat hewani tersebut. Ini sesuai dengan lontar
Sunarigama yaitu ; "Pamyakala kala malaradan". Inilah puncak dari Brata dan
Upavasa umat Hindu, bertempur melawan semua bentuk Ahamkara - kegelapan
yang bercokol dalam diri. Selama ini justru sebagain besar dari kita malah
berpesta
pora makan, lupa terhadap jati diri, menikmati makanan, mabuk. Sehingga
bukan
Nyomya Bhuta Kala- Nyupat Angga Sarira, malah kita akhirnya menjelma jadi
Bhuta
itu sendiri
7. Galungan lebar puasa; Hari kemenangan dharma terhadap adharma setelah
berhasil mengatasi semua godaan selama perjalan hidup ini, dan merupakan
titik
balik agar manusia senantiasa mengendalikan diri dan berkarma sesuai dengan
dharma dalam rangka meningkatkan kualitas hidup dan dalam usaha mencapai
anandam atau jagadhita dan moksa serta shanti dalam hidup sebagai mahluk
yang
berwiweka.
8. Manis Galungan; Setelah merayakan kemenangan , manusia merasakan
nikmatnya (manisnya) kemenangan dengan mengunjungi sanak saudara dengan
penuh keceriaan, berbagi suka cita, mengabarkan ajaran kebenaran betapa
nikmatnya bisa meneguk kemenangan. Jadi hari ini umat Hindu wajib
mewartakanmenyampaikan
pesan dharma kepada semua manusia inilah misi umat Hindu:
Dharma Cara- menyampaikan ajaran kebenaran dengan Satyam Vada
mengatakan dengan kesungguhan dan kejujuran.
9. Pemaridan Guru; Jatuh pada hari Sabtu Pon Dungulan, maknyanya pada hari
ini
dilambangkan dewata kembali ke sorga dan meninggalkan anugrah berupa
kadirgayusan yaitu ; hidup sehat umur panjang dan hari ini umat menikmati
waranugraha dari dewata. Demikian makna Hari Raya Galungan sebagai hari
pendakian spritual dalam mencapai kemenangan /wijaya dalam hidup ini
ditinjau
dari sudut pelaksanaan upacara dan filosofisnya.
10. Sepuluh hari setelah Galungan disebut Kuningan merupakan tonggak
kembalinya para dewata dan roh suci leluhur menuju kahyangan stana-nya
masingmasing
yang diyakini tempatnya di svargaloka (alam sorga). Kuningan merupakan
hari kasih sayang, yang disimbulkan melalui berbagai pratika upakara
seperti:
tamiang, koleman, sulangi, tebo, dan endongan.
www.cyberdharma.net
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment