Seorang pria bermimpi masuk ke sebuah toko baru di pasar, dan terkejut
menemukan Tuhan di dalam toko. "Engkau menjual apa di sini?" ia
bertanya "Apa saja yang menjadi keinginan hatimu," jawab Tuhan.
Hampir tak percaya pada apa yang didengarnya, pria itu memutuskan
untuk meminta hal-hal terbaik yang diinginkan seorang manusia. "Aku
minta uang yang banyak, jabatan yang tinggi, istri yang cantik,
kawan-kawan yang setia dan kesehatan yang prima," katanya.
Mendengar hal itu, Tuhan pun tersenyum, "Kukira, engkau salah
menafsirkan Aku," kata-Nya. "Kami tidak menjual buah di sini. Yang
kami jual adalah benih."
Pembaca yang budiman, tahukah Anda mengapa Tuhan tidak mengabulkan doa
kita? Karena, kita salah berdoa. Ada tiga hal yang membuat doa kita
salah. Pertama, karena ketika berdoa kita meminta buah, bukannya
benih. Buah adalah akibat, sementara benih adalah sebab. Berdoa yang
benar adalah meminta sebab, bukannya akibat.
Kita sering meminta kesuksesan, jabatan, kekayaan dan ketenaran.
Padahal, Tuhan tak akan mengabulkan permintaan seperti ini karena
bertentangan dengan hukum alam. Bagaimana mungkin Anda akan sukses
jika Anda tidak menguasai prinsip-prinsip kesuksesan? Bagaimana
mungkin Anda akan mempunyai uang yang banyak bila Anda tidak
meningkatkan kemampuan Anda untuk mencari uang? Bagaimana mungkin Anda
akan mendapatkan banyak pelanggan kalau Anda tidak menghubungi lebih
banyak orang dan meningkatkan kemampuan persuasi Anda? Bagaimana Anda
bisa dihargai dan dihormati orang lain kalau Anda tidak meningkatkan
kemampuan komunikasi Anda?
Jadi, yang harus kita minta kepada Tuhan adalah "kemampuan kita
menghasilkan". Adapun "hasilnya" haruslah kita usahakan sendiri.
Karena bukankah dunia malah akan menjadi kacau-balau kalau Tuhan
mengabulkan doa orang-orang yang sekadar meminta "hasil" ini? Bukankah
pengabulan doa yang meminta hasil seperti ini hanya akan menjerumuskan
manusia menjadi orang yang malas, manja dan bodoh? Bukankah nantinya
akan banyak manusia yang tidak pernah meningkatkan kemampuannya,
tetapi hanya hidup dengan mengandalkan doa?
Yang lebih buruk lagi adalah karena dengan cara seperti ini tidak akan
ada lagi perbedaan antara orang yang punya kemampuan dan yang tidak.
Kalau doa semacam ini dikabulkan, bukankah dunia justru akan berjalan
dengan tidak adil? Bila tak ada lagi beda antara orang yang kompeten
dan yang tidak, bukankah yang terjadi hanyalah kehancuran?
Lagi pula, bukankah sering ketika berdoa kita meminta sesuatu yang
juga diminta oleh orang lain padahal yang kita minta itu hanya ada
dalam jumlah yang terbatas? Bayangkan saja, kalau ada tiga kandidat
beserta para pengikutnya berdoa untuk jabatan presiden, padahal
jabatan presiden itu hanya satu dan ketiga orang tersebut berdoa
dengan sangat khusyuk. Doa siapakah yang akan dikabulkan Tuhan? Kalau
hanya ada satu orang yang doanya terkabul, hal apakah yang dapat
membuat Tuhan mengabulkan doa orang ini dan bukan orang yang lain?
Alasan kedua mengapa doa kita tidak terkabul adalah karena doa
tersebut tidak punya tujuan lain selain untuk kepentingan kita
sendiri. Anda ingin sukses, tetapi kalau sudah sukses, apa rencana
Anda? Anda ingin kaya, tetapi kalau sudah kaya, lantas mau apa? Ini
yang masih tidak jelas. Dan karena ketidakjelasan ini, doa kita
bertentangan dengan asas manfaat.
Padahal, pengabulan doa kita oleh Tuhan selalu berkaitan dengan asas
manfaat. Bukankah Tuhan menjalankan alam semesta ini berdasarkan asas
manfaat? Bukankah tidak ada segala sesuatu – sekecil apa pun – yang
diciptakan Tuhan yang tidak memiliki manfaat?
Karena itu, segala sesuatu yang tidak memberikan manfaat senantiasa
bertentangan dengan hukum-hukum Tuhan. Nah, ketika kita berdoa meminta
kekayaan dan kesuksesan tanpa rencana yang jelas, berarti kita telah
gagal meyakinkan Tuhan mengenai manfaat dari apa yang sedang kita
minta. Ini tentu saja akan membuat doa kita tidak terkabul.
Pembaca yang budiman, prinsip ini sangatlah penting bagi terkabulnya
doa kita. Karena itu, bila sudah menguasai rumus ini, ketika berdoa
kepada Tuhan kita harus senantiasa menyertakan rencana kita yang jelas
mengenai bagaimana kita akan memanfaatkan segala yang kita peroleh
bukan untuk kepentingan kita sendiri, melainkan untuk kepentingan
banyak orang.
Agar doa kita berhasil, kita harus mampu meyakinkan Tuhan bahwa kita
mencari kekayaan karena kita mempunyai rencana untuk orang banyak.
Kita ingin menyekolahkan orang lain, membangun sekolah, rumah yatim
piatu, dan melakukan berbagai hal bagi kemaslahatan orang banyak.
Sayangnya, dalam berdoa sering motif kita hanya untuk kepentingan diri
sendiri. Bahkan, untuk diri sendiri pun kita masih tidak mengetahui
apa yang akan kita lakukan bila doa kita terkabul.
Alasan ketiga mengapa doa kita tidak terkabul adalah karena kita kerap
salah meminta kepada Tuhan. Kita meminta diberikan "ketenangan",
padahal kita sedang menghadapi sesuatu yang "bisa kita ubah".
Sebaliknya kita meminta diberikan "keberanian", padahal yang sedang
kita hadapi itu adalah sesuatu yang "tak bisa kita ubah". Doa semacam
ini terbalik, karena itu tidak aneh kalau Tuhan tidak mengabulkannya.
Padahal, ketika menghadapi sesuatu yang "bisa kita ubah", bukankah
yang seharusnya kita minta adalah "keberanian"? Dan bukankah ketika
menghadapi sesuatu yang "tak bisa kita ubah", kita justru perlu
meminta "ketenangan"?
Pembaca yang budiman, doa adalah alat yang paling mujarab yang telah
terbukti keandalannya dari masa ke masa. Doa yang benar senantiasa
mengandung kekuatan yang luar biasa karena dengan berdoa kita sedang
meminjam kekuatan Yang Maha Kuasa. Bahkan, dengan berdoa kita
sebenarnya sedang berusaha memengaruhi keputusan Tuhan. Bukankah Tuhan
sendiri sudah menjanjikan, "Mintalah kepada-Ku nanti akan Aku
kabulkan." ?
Artikel dari majalah SWA
URL : http://www.swa.co.id/swamajalah/pernik/details.php?cid=1&id=9700
Lebih Bersih, Lebih Baik, Lebih Cepat - Rasakan Yahoo! Mail baru yang Lebih Cepat hari ini!
No comments:
Post a Comment