Dalam batas kemanusiaan, alias di luar jawaban pasti, "Rahmat Tuhan", Anda
pasti sepakat dengan saya bahwa jawaban Anda adalah, "Keimanan". Keimanan
adalah "keterikatan kuat pada tujuan". Dan itu, harus dibuktikan dengan hati
perkataan, dan perbuatan.
Bagaimanakah kita bisa mengambil model "downstream" dari konsep spiritual di
atas?
Di suatu pagi buta, sekitar pukul tiga pagi, dua atau tiga tahun yang lalu,
seorang teman menjemput saya ke rumah. Kami berencana menghadiri sebuah
acara reuni bersama teman-teman seangkatan semasa SMA dua puluh dua tahun
yang lalu. Acara reuni itu diadakan di sebuah resort pantai di propinsi
Lampung.
Setengah mengantuk dan sedikit tergesa, saya bergegas melompat ke mobilnya.
Kami berangkat menelusuri sisa malam yang sepi. Memasuki jalan tol
Jakarta-Merak, saya segera sadar, bahwa saya hanya membawa dompet kosong. Di
dalamnya hanya ada kartu ATM.
Saya katakan kepada teman saya itu, "Nanti kalo ketemu ATM, kita mampir ya,
aku mau ambil duit."
Niat saya itu tak kesampaian. Karena kami berkejaran dengan waktu acara,
kami terus berada di jalur tol. Dan entah karena gelap atau karena memang
tidak kelihatan, kami tidak menemukan satupun mesin ATM di sepanjang jalan
tol itu. Kami sampai di lokasi, dan saya tetap tidak membawa uang sepeser
pun.
Di tengah acara reuni itu, seorang sahabat karib saya, wanita yang kini
berprofesi sebagai seorang dokter gigi, terlihat berkelliling membawa sebuah
wadah. Ia mengumpulkan uang.
Saya katakan kepada teman perjalanan saya itu, yang kebetulan sedang satu
meja dengan saya, "Aku pinjam duitmu, nanti aku kembalikan."
Teman saya yang dokter gigi ini mendekati meja kami. Menyodorkan wadah, dan
berkata, "Arisan. Dua bulan."
Saya menjulurkan tangan meletakkan uang pinjaman saya, seraya berkata
padanya, "Nanti yang dapat aku lho!". Dia tersenyum. He...he... sok yakin
saja saya. Siapa yang tak butuh fast cash seperti ini?
Sore hari, arisan itu diumumkan. Teman saya yang dokter gigi itu, memang
aktivis sedari dulu. Ia jugalah yang mengumumkan hasil arisan. Ada beberapa
pemenang pada putaran itu.
Ketika membacakan pemenang terakhir, ia menatap ke meja kami, dan berkata,
Ikhwan Sopa!".
Ada lebih dari delapan puluh orang di pendopo acara itu. Kebetulankah bahwa
saya adalah salah satu pemenangnya? Pertimbangkan sekali lagi. Saya pribadi
tidak meyakini yang namanya kebetulan. Saya lebih yakin bahwa segalanya
sudah ada Yang Mengatur. Saya ambil uang itu, dan saya kembalikan hutang
saya hari itu juga.
Berhari-hari sepulang acara itu, saya mencoba memodel ulang, apa yang
sebenarnya berlangsung dan terjadi pada hari itu, hingga akhirnya saya bisa
mendapatkan rejeki nomplok uang arisan. Berangkat tanpa uang, pulang dengan
segepok lumayan.
Entah hari ke berapa, saya mendapatkan sebuah penjelasan, dan saya mencoba
meng-generik-kan penjelasan itu. Saya banding-bandingkan dengan berbagai
situasi, dan ternyata cukup konsisten. Saya juga membandingkannya dengan
berbagai kejadian serupa yang telah terjadi berkali-kali pada diri saya.
Saya beranikan diri untuk mensharenya dengan Anda hari ini.
Kunci dari fenomena "daya tarik" yang terjadi pada hari arisan itu, menurut
saya adalah fenomena "feeling" yang saya kembangkan - secara tidak sengaja
dalam kasus saya, terkait dengan sesuatu yang saya inginkan terjadi.
Feeling itu adalah manifestasi dari sebentuk keyakinan. Keyakinan kuat
terkait dengan sebuah keinginan.
Pertanyaannya tentu saja, bagaimanakah sebuah keinginan kuat bisa
teridentifikasi sebagai "cukup kuat" dan tercipta dalam bentuk feeling
terkait dengan sebuah situasi?
Begini ilustrasinya.
Saya sudah lama sekali bersahabat dengan Tuan A. Pagi, siang, sore dan malam
saya sering berjalan dan bercengkrama dengannya. Suatu saat, saya dan Tuan A
memasuki sebuah kantin. Saya memesan siomay dan Tuan A memesan bakso.
Saya segera menghabiskan siomay di piring saya dengan nikmat. Kemudian,
sembari menyeka bibir dengan tisu, saya melirik mangkok Tuan A di hadapannya
Ia sedang makan, dan di mangkoknya masih tersisa empat butir bakso. Jika
saya menginginkan satu saja dari bakso itu, apa yang harus saya lakukan?
Tentu saja memintanya!
Menurut Anda, jika saya benar-benar memintanya, apakah Tuan A akan menolak
permintaan saya?
Setuju. Dia tak akan menolaknya. Seyakin itu pulalah saya.
Dan bahkan jika Tuan A benar-benar menolak permintaan saya, saya mungkin
malah akan syok dan malu berat. Bukankah kami sudah begitu dekat, bukankah
kami sudah bersahabat begitu lama, bukankah kami sudah saling percaya?
Seyakin itulah saya memintanya. Tak terbersit sedikitpun keraguan dan
ketidakyakinan, bahwa Tuan A akan menolak permintaan saya. Tak sedikitpun.
Sekali lagi, tidak sedikit pun ada keraguan atau ketidakyakinan.
Begitu pulalah, yang terjadi di hari arisan itu. Saya yang sudah bersahabat
dua puluh dua tahun dengan teman yang dokter gigi itu, dengan sangat ringan
dan penuh keyakinan bisa mengatakan, "Nanti saya yang dapat!". Sekali lagi,
tak terbersit sedikitpun keraguan dan ketidakyakinan.
Feeling dari keyakinan itulah kuncinya.
Maka jika Anda sedang melakukan penjualan, dapatkanlah feeling yang sama.
Tanpa keraguan dan tanpa ketidakyakinan. Bukankah ini yang diajarkan para
top sales? Bukankah ini yang diajarkan oleh para guru marketing? Bukankah
ini yang diajarkan oleh para pebisnis yang berhasil? Bukankah fenomena ini
tampak sangat jelas dari ciri SKSD (Sok Kenal Sok Dekat) mereka?
Tips: Jika Anda berhadapan dengan seseorang, aktivasikan state ini. Termasuk
jika Anda bertemu dengan orang yang baru saja Anda kenal. Cara mudahnya,
adalah dengan menciptakan state sebagaimana Anda berhadapan dengan orang
yang sangat Anda percaya, sangat percaya kepada Anda, dan sangat Anda yakini
tak akan menolak permintaan Anda. Anda perlu membangun skill "instant
rapport".
Ini jugalah yang saya kembangkan dengan berbagai status FB saya yang
terkesan sok yakin dan tanpa keraguan, saat meminta, atau saat mengajukan
penawaran. Di mana lagi Anda bisa menemukan orang mengantri untuk diprospek
MLM? Di mana lagi Anda bisa menemukan orang mengantri untuk di tag dalam
sebuah note? (Please jangan salah tangkap, dengan segala kerendahan hati,
saya bukan bermaksud menyombong. Please... I'm your friend.)
So,
If you want a thing, ask!
Do not hesitate!
Lakukanlah, sepanjang Anda meyakini bahwa yang Anda lakukan adalah benar,
bermanfaat bagi orang lain, dan bagi diri sendiri, dunia dan akhirat.
Tentu saja, Anda tetap harus bekerja keras dan logika Anda musti tetap
berjalan. Anda tetap harus menjalani prasyarat "hati, lidah, perbuatan".
Jika Anda belum berhasil, tetaplah bekerja keras, dan lakukan saja lagi
dengan cara yang berbeda. Begitu seterusnya, lagi, dan lagi. Apa yang
penting adalah, mempertahankan state yakin dan percaya Anda.
Semoga bermanfaat.
Btw, bagaimanakah jika Anda bisa mengembangkan keyakinan ini terhadap Yang
Maha Menciptakan Anda? Akankah Ia menolak permintaan Anda?
Ikhwan Sopa
Master Trainer E.D.A.N.
http://www.motivasi-komunikasi-leadership.co.cc
http://www.facebook.com/pages/Motivasi-Komunikasi-Leadership/196571006305
No comments:
Post a Comment